Balai Bahasa Sulawesi Tengah

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

Puisi

“Astarte, Cinta Teramat Tua, Sendiri, Elemen, Mars” Puisi-Puisi karya Faris Al Faisal

ASTARTE    

astarte,

dari gerakan kecil

sama sekali

tak kentara, datang dari panggilan jiwa – yang mengubah  

banyak hal

kesedihan disetop, mata cokelatnya biarkan jadi biji yang tumbuh di tanah air

malu-malu – mau-mau – lalu berseri

bertukar udara

langit menjadi lebih biru

di kedalaman pandang, mengandung pangkal musim

diputari kupu-kupu

sepanjang hari

dunia yang ia lihat di mimpinya

dunia yang ia lihat di surganya

CINTA TERAMAT TUA  

cinta teramat tua

seperti jarum waktu – seperti batuan beku – disandingkan

dengan ketololan 

bagaimanapun alasan-alasan memperpanjang kesakitan

seringkali, menyesatkan jalan

bersiap mematikan lampu                        

menjangkau parafin

sederhana dengan kerumitan di sarangnya

kita memikirkan, kita menemukan

satu riuh napas gelombang

datar, melengkung

dan banyak lagi

mengantar kesadaran, yang pernah datang kepada conscience

hangat

lebih erat dari genggaman

SENDIRI    

jam beker digital dipasang di atas bukit

membangunkan perasaan yang jauh … siapa ambil bagian?

keadaan berguling ke kaki lembah – aku

belum mendengar alarm

di tubuh, getaran dengan bunyi lirih laut

bermalas-malasan

alone, di tepian dunia

pada kamar dengan kasau-kasau tulang hutan

kuda-kuda meringkik

mendiami kesendirianku

wujudku, terus susut

semakin lama

semakin hampiri kepanikan

melihat dua bintang cantik

bersinar di belahan bumi lain, tidak bagi bumiku   

kutahu,

sang kasih mengalun pergi

ELEMEN 

memori tersimpan di kantong matamu  

dalam elemen menyurat panjang sekali melalui sebuah tatapan

berjalan gelisah

isap isi dada, kegersangan … sebisu bukit-bukit kecil

dan terpencil

***

apa yang masih terbayang?

mengayunkan pedang perak dalam kelahi waktu

kilatan lidah di langit

mengirim cahaya dan bunyi

menyambar sekujur tubuh

***

histeris,

mengempaskan

derita

hidup memilih bagian

lalu mengubahnya 

MARS

sepasang mata gadis

berseri,

sinar malu-malu lazuardi

mewarisi mata

keibuannya  

pandangan teratur dan tetap

memberi kerinduan

seperti bunga lili

umbi meriap

ke jantung hati

itu 20 tahun lalu

yang berterusan

hari ini

aku tak berhenti

mengulur

kagum

dan merasa cinta

Faris Al Faisal lahir dan berdikari d(ar)i Indramayu, Jawa Barat, Indonesia. Bergiat di Komite Sastra, Dewan Kesenian Indramayu (DKI) dan Lembaga Kebudayaan Indramayu (LKI).

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *