ASTARTE
astarte,
dari gerakan kecil
sama sekali
tak kentara, datang dari panggilan jiwa – yang mengubah
banyak hal
kesedihan disetop, mata cokelatnya biarkan jadi biji yang tumbuh di tanah air
malu-malu – mau-mau – lalu berseri
bertukar udara
langit menjadi lebih biru
di kedalaman pandang, mengandung pangkal musim
diputari kupu-kupu
sepanjang hari
dunia yang ia lihat di mimpinya
dunia yang ia lihat di surganya
CINTA TERAMAT TUA
cinta teramat tua
seperti jarum waktu – seperti batuan beku – disandingkan
dengan ketololan
bagaimanapun alasan-alasan memperpanjang kesakitan
seringkali, menyesatkan jalan
bersiap mematikan lampu
menjangkau parafin
sederhana dengan kerumitan di sarangnya
kita memikirkan, kita menemukan
satu riuh napas gelombang
datar, melengkung
dan banyak lagi
mengantar kesadaran, yang pernah datang kepada conscience
hangat
lebih erat dari genggaman
SENDIRI
jam beker digital dipasang di atas bukit
membangunkan perasaan yang jauh … siapa ambil bagian?
keadaan berguling ke kaki lembah – aku
belum mendengar alarm
di tubuh, getaran dengan bunyi lirih laut
bermalas-malasan
alone, di tepian dunia
pada kamar dengan kasau-kasau tulang hutan
kuda-kuda meringkik
mendiami kesendirianku
wujudku, terus susut
semakin lama
semakin hampiri kepanikan
melihat dua bintang cantik
bersinar di belahan bumi lain, tidak bagi bumiku
kutahu,
sang kasih mengalun pergi
ELEMEN
memori tersimpan di kantong matamu
dalam elemen menyurat panjang sekali melalui sebuah tatapan
berjalan gelisah
isap isi dada, kegersangan … sebisu bukit-bukit kecil
dan terpencil
***
apa yang masih terbayang?
mengayunkan pedang perak dalam kelahi waktu
kilatan lidah di langit
mengirim cahaya dan bunyi
menyambar sekujur tubuh
***
histeris,
mengempaskan
derita
hidup memilih bagian
lalu mengubahnya
MARS
sepasang mata gadis
berseri,
sinar malu-malu lazuardi
mewarisi mata
keibuannya
pandangan teratur dan tetap
memberi kerinduan
seperti bunga lili
umbi meriap
ke jantung hati
itu 20 tahun lalu
yang berterusan
hari ini
aku tak berhenti
mengulur
kagum
dan merasa cinta