Di layar kaca gawai yang digenggam, Faisal memperhatikan dengan seksama harga tiket yang dijual oleh salah satu aplikasi transportasi. Karena tanggal keberangkatan adalah keesokan hari, maka harga tiket pesawat jauh di atas harga normal. Tapi tidak ada pilihan lain, Faisal harus berangkat besok ke kampung halaman, untuk menunjukan rasa turut berduka cita atas meninggalnya ayah Elsa yang merupakan teman spesial Faisal.
Sebenarnya Faisal memiliki tabungan yang lebih dari cukup, sehingga walaupun harga tiket cukup mahal hal itu bukanlah masalah besar baginya untuk memberikan dekapan dan penghiburan bagi Elsa sedang berduka saat itu.
Setelah menyelesaikan pengajuan cuti kepada atasan tempat Faisal bekerja, ia pun mengemasi pakaiannya ke dalam koper, tak lupa sebelumnya dia juga menitip pesan kepada teman kantor untuk menghandle pekerjaan yag mungkin saja tiba-tiba terdesak. Akhirnya urusan tiket pesawat, kelengkapan akomodasi, hingga pekerjaan dapat terselesaikan.
Keesokan harinya Faisal memulai perjalanan diantar Pak Doni satpam kantornya menggunakan sepeda motor, sesampainya di bandara beberapa menit kemudian terdengar suara pengumuman dari pelantang suara yang menyampaikan pesawat Batik Air dengan kode penerbangan ID-6833 tujuan Palu ke Jakarta mengalami keterlambatan penerbangan. Faisal menghela nafas rasa kesal terlintas dibenaknya. Tapi tak berapa lama petugas bandara kembali menyampaikan pengumuman bahwa pesawat yang akan ditumpangi Faisal dan ratusan penumpang lainnya telah siap untuk berangkat.
Tak terasa perjalan Palu ke Silangit dengan titik transit di bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Jakarta telah sampai di tujuan. Dilanjutkan menggunakan minibus yang tersedia di sekitar bandara, Faisal telah sampai diantarkan di kampung halamannya di suatu desa di pinggiran Danau Toba. Tentu kedatangan Faisal sontak membuat terkejut keluarga.
“Kenapa kau pulang?” Tanya ibunya yang biasa dipanggil dengan sebutan mamak menggunakan bahasa Batak.
“Gak ada apa-apa kok mak, aku pulang cuma karena orang tua Elsa meninggal dunia kemarin, aku mau tunjukin kalau aku sependeritaan dengan dia” jawab Faisal sambil berlalu meninggalkan mamaknya.
Si mamak masih tetap tidak percaya dengan kepulangan anaknya secara tiba-tiba. Dengan nada yang mulai meninggi mamak meminta agar Faisal dengan jujur menjelaskan maksud dari kepulangannya. Faisal mengambil gawai yang masih ada di dalam tas dompet miliknya, lalu membuka grup Whatsapp yang beranggotakan alumni SMAN 1 Balige dan dengan sedikit kesal Faisal menunjukan pesan salah satu temannya yang mengabarkan kabar duka cita bahwa orang tua Elsa telah meninggal dunia.
Setelah mamak berhasil diyakinkan dengan alasan kepulangannya, Faisal mempersiapkan diri untuk pergi ke rumah Elsa. Di perjalanan ia memikirkan bagaimana nantinya Elsa menjalani hidup tanpa kehadiran ayah sementara ibunya juga telah terlebih dahulu meninggal sekitar tahun 2017. Sementara Elsa saat itu masih tercatat sebagai mahasiswi pada salah satu universitas di kota Bandung dengan mengambil kelas khusus karyawan. Tentu tidak mudah bagi seorang perempuan mungil untuk berjuang hidup di kota Bandung sebagai perantau sembari menyandang status sebagai mahasiswi. Perlu pundak yang kuat dari seorang pria untuk menemaninya mengarungi kerasnya hidup ini.
Dua puluh menit lamanya waktu perjalanan yang ditempuh Faisal dari rumahnya untuk sampai di rumah Elsa yang pada malam itu disebut sebagai rumah duka. Sanak keluarga, tetangga, ataupun handai toulan silih berdatangan menyampaikan kata-kata penghiburan untuk menguatkan keluarga Elsa yang telah resmi ditinggalkan kedua orang tuanya dan menyandang status yatim piatu. Isak tangis yang memekik menambah haru suasana dan keadaan pada malam itu. Setelah acara penghiburan selesai, Faisal mendekati Elsa yang masih tertegun di samping mayat ayahnya, wajahnya kosong tampak tidak percaya atas kemalangan yang dia terima “Hai dek aku datang dari Palu khusus karena meninggalnya ayahmu” kata Faisal berbisik.
Elsa yang mengenal suara itu langsung mamalingkan wajahnya yang penasaran ke belakang dengan menunjukan raut wajahnya yang terkejut kenapa Faisal nekat datang dari kota Palu.
“Eh iya bang, makasih ya” akhirnya kata itu keluar dari mulut Elsa sambil bergetar menahan pilu.
Keesokan harinya, setelah menyelesaikan serangkaian adat Batak dalam upacara kematian, jenazah ayah Elsa diantarkan ketempat peristirahatan terakhirnya. Lokasi ini tidak terlalu jauh dari rumah Elsa, kurang lebih hanya 100 meter. Faisal berjalan bersama Elsa untuk menyaksikan pengebumian ayahnya yang dia cintai. Terlihat wajah pucat yang mungkin karena lelah atau karena air mata yang terus keluar dari kelopak matanya. Peti mati ayahnya diturunkan ke liang lahat, kemudian satu-persatu keluarga menaruh tanah ke dalamnya sambil mengucapkan kata-kata perpisahan dan juga diiringi isak tangis para pelayat. Maut telah memisahkan mereka di dunia ini, memang begitu singkat waktu kebersamaan yang mereka jalani selama ini.
“Dek kau harus kuat, walaupun sudah ditinggalkan ayahmu, kuliahmu harus kau selesaikan supaya orang tuamu tersenyum dari surga” ucap Faisal memberikan kata-kata semangat.
“Ya ayahku sudah meninggal dengan menyusul ibuku yang terlebih dahulu menghadap yang Maha Kuasa” jawab Elsa membalas kata-kata semangat dari Faisal.
Pelayat memang sangat membantu dalam memberikan semangat bagi keluarga Elsa. Namun bagaimanapun kehidupan mereka akan berubah 180 derajat. Tak ada lagi seorang ayah dalam kehidupannya. Faisal yang sadar betul akan beratnya kehidupan Elsa nantinya, tak dapat berbuat apa-apa hanya kata-kata semangat yang mampu diberikan dengan harapan mengurangi ketakutan Elsa dalam hidupnya.
“Besok aku datang ke rumah ya?” Tanya Faisal ke Elsa seusai pengebumian.
“Iya bang, besok datangnya pukul 19.00 saja ya bang” seolah-olah tanpa pikir panjang Elsa mengiyakan ajakan itu.
Keesokan harinya wajah Elsa sudah lebih segar dari hari kemarin, mau ataupun tidak mau, Elsa harus berdamai dengan dirinya sendiri. Di malam itu masih banyak sanak saudara yang berkunjung ke rumah Elsa dan ini adalah kesempatan bagi Faisal mengawali perkenalan dirinya.
“Aku Faisal Tante, Om, Kak, Bang” ucap Faisal mengawali perkenalan dirinya dan dilanjutkan dengan obrolan santai mengenai hubungannya dengan Elsa.
Dari cara bicara keluarga Elsa, Faisal menangkap suatu pesan kalau kehadirannya di keluarga Elsa tidak mendapatkan penolakan. Bahkan keponakan Elsa sesekali meledek tantenya yang sedang bersama dengan Faisal saat itu.
Beberapa potong martabak manis dan segelas air minum diantarkan adik Elsa untuk mereka nikmati. “Ini bang ada martabak tadi baru dibeli, dihabisin ya bang selagi masih hangat” ujarnya sambil tersenyum dan berlalu ke ruang keluarga.
Adiknya yang bernama Hana ini adalah seorang guru di salah satu sekolah elit, maka wajar kalau gaya bicara Hana lebih baik dari kakaknya Elsa.
Sebagian besar keluarga Elsa memang sudah mengetahui kalau Elsa memiliki hubungan lebih dari sekadar teman dekat dengan Faisal. Kedatangan Faisal dari kota Palu sebenarnya juga mengejutkan keluarga Elsa. Namun Elsa selama ini masih gundah terhadap perasaannya.
“Aku gak tahu harus bagaimana” ujar Elsa ketika topik pembicaraan dengan Faisal sudah sampai ke tahap hubungan mereka nantinya.
Tentu sangat wajar kalau Faisal meminta kejelasan status, sebab sudah delapan tahun mereka saling kenal bahkan ketika duduk di bangku SMA mereka sempat berpacaran. Namun ketika kuliah, komunikasi mereka nyaris terputus yang mungkin disebabkan jarak yang jauh ataupun ego yang tinggi antara keduanya. Tapi prinsip hidup bagi seorang Faisal adalah mempertahankan perasaannya lebih baik dari pada menyerah terhadap keadaan walaupun resiko kecewa membayanginya. Lagi pula tidak akan ada perempuan di dunia ini yang sesempurna Elsa di mata Faisal. Itu adalah salah satu alasan mengapa Faisal nekat menempuh ribuan kilometer hanya untuk bertemu dengan Elsa, perempuan yang dia cintai itu.
Tak terasa sudah dua jam mereka ngobrol dengan berbagai topik dan hanya gelak tawa yang mengiringi pembicaraan mereka malam itu. Yang pasti Faisal telah berhasil menunjukan pengorbanannya dalam memberikan semangat bagi Elsa dan keluarganya dalam kedukaan yang mereka alami.
“Hidup ini pasti berjalan” inilah pesan yang disampaikan kepada Elsa oleh Faisal untuk mengakhiri pertemuan mereka malam itu.
“Makasih banyak ya bang untuk semua pengorbananmu, semoga kita tetap sehat selalu” kata Elsa mengingat saat itu pandemic Covid-19 sedang tinggi-tingginya.
Faisal maupun Elsa harus meninggalkan kampung halamannya sementara waktu untuk kembali menjalani kehidupan di perantauan masing-masing. Masih menjadi pertanyaan, siapakah laki-laki yang pundaknya akan menjadi tempat bagi Elsa menyandarkan kepalanya? Apakah Faisal seorang laki-laki yang telah berjuang dalam jangka waktu lama untuk perempuan dambaannya? Atau laki-laki yang tidak memiliki perjuangan yang akan menjadi pilihan Elsa?
“Aku sudah sampai di Solo” bunyi pesan Whatsapp Elsa yang ada di gawai Faisal.
“Oh iya syukurlah, semangat ya dalam pekerjaan dan kuliahnya” balas Faisal singkat mengakhiri percakapan mereka malam itu.
BIODATA PENULIS
Palty Sibarani (kanan) staf Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah. Dapat dihubungi melalui pos-el: palty.zainal@kemendikbud.go.id.